NLP Presuppositions (3)



3. Meaning Operates Context-dependently

Prespositions ini berkaitan dengan presupposition yang pertama. Presupposition ini menyatakan bahwa semua kata membutuhkan beberapa konteks makna. Dalam diri mereka sendiri, kata tidak mengandung makna. Sebuah pernyataan atau tindakan adalah dalam satu kesatuan konteks, dan bisa jadi memiliki perbedaan makna pada konteks yang lain. Ketika Aku memberitahu ayahku, “Aku mencintaimu” makna yang berbeda dari memberitahu istri, “aku mencintaimu”. Konteks pernyataan menentukan makna atau frame makna dari pernyataan tersebut.


O’Connor dan Seymour (1990), menulis,
“Peristiwa yang terjadi tidak penting kecuali sampai kita memberi mereka makna, menghubungkannya dengan masa depan kita, dan mengevaluasi konsekuensi yang mungkin. Kita belajar makna sesuatu hal dari budaya kita dan pendidikan individual kita”.
Mengutip pepatah Yahudi, “Sebagian orang menilai (konstruksi makna, menghitung, memper-hitungkan) dalam jiwanya, begitu juga dengan dia”.


“There is no content in content worth knowing.”
Tad James




“Tidak ada konten dalam konten yang bernilai informasi.”
Tad James

 

Karena makna beroperasi dengan cara yang tergantung pada konteks, konteks (frame) terutama akan me-ngontrol  meaning - the context kita, mengikuti seperti yang diberikan atau Frame yang kita atributkan kepadanya. Tad James menyatakan, “Tidak ada konten dalam konten yang bernilai informasi”.


Hal ini menekankan NLP Principle - Namely, pengalaman internal dan perubahan pengalaman itu akan terjadi melalui bagaimana kita telah menggunakan proses mental kita untuk mengkode atau recode (mengkode ulang) konten. Jadi, mengubah struktur gambar interna dan lain-lain maka Anda mengubah pengalaman.

Proses kontekstual atau sudut pandang struktural ini mengidentifikasi sebagai jantungnya NLP. Ketika kita tetap “dalam konten” kita hidup dalam batas “peta” kita. Hanya ketika kita bergerak dari konten untuk proses kita keluar dari peta dan kita akan memahaminya struktur wilayah (sebenarnya).
Ketika klien mengatakan, “Saya tertekan”, kita tidak bertanya, “Apa yang menyebabkan Anda tertekan?” jawabannya tidak akan menyembuhkan apa-apa! Menemukan Penyebab Eksternal tidak menyembuhkan sakit internalnya, hanya malah memberikan alasan yang mendukung rasa sakit itu! Tidak bijaksana. Masalah internal ada seperti halnya karena adanya struktur. Jadi kita akan bertanya, “Bagaimana tepatnya Anda merasa tertekan?”

Pertanyaan ini memungkinkan kita untuk bergerak dari tingkat kandungan depresi ke tingkat proses. Mengharapkan kebingungan. Klien biasanya akan merespon, “Apa maksudmu?” “Bagaimana ?” “caranya?” Membantu orang tersebut bergeser, “Tentu. Kau menga-lami pengalaman, lalu keterampilan yang luar biasa ini disebut ‘depresi’, kan?”

“Benar, ya.”

“Jadi bagaimana Anda mendapatkan diri Anda dalam keadaan seperti itu? Jika suatu hari nanti Saya berada pada kondisi itu, apa yang akan saya lakukan untuk berpikir dan merasa seperti yang Anda lakukan?”

“Apa yang Kamu lakukan di dalam tubuh  Anda untuk membuat Kamu depresi?”

“Dengan cara ini, kita mencari untuk proses (neuro-linguistic process) yang memungkinkan mereka untuk meng-kode dan kemudian bagaimana klien mengalami depresi. Setelah kita menemukan struktur, kita mengarahkan klien untuk mengubah struktur dan mengubah Pengalamannya.



The “how” question enables us to move from the content level of the problem to the process level.


Pertanyaan “bagaimana” memungkinkan kita berpindah dari tingkat isi dari masalah ke tingkat proses (bagaimana masalah itu bisa terjadi)

No comments:

Post a Comment

Silakan berkomentar, terimakasih.