Aku mencoba menulis cerpen atau ingin menulis dongeng, tapi selalu gagal, teks yang biasa aku tulis adalah mengenai logika-logika yang terpola dengan rapi sulit menulis imajinasi-imajinasi yang luas dan bebas, itu sulit bagiku.
Ditemani secangkir kopi luwak arabika khas yang aku sedu sendiri, malam ini aku mencoba menulis sebuah hal yang sedang aku saksikan dalam bulan Ramadhan ini. Aku menyaksikan para kaum muslim lebih semangat beribadah dan lebih kental bahasa-bahasa religius dalam teks-teks media sosial dan sms yang beredar. Semangatnya membuat kita kagum, seolah-olah manusia yang sibuk dengan rutinitas duniawinya pada bulan lain kini berubah menjadi pribadi-pribadi berjubah dan berpeci yang penuh ekspresi cahaya yang menyilaukan kita. Ini hanya sekedar fenomena ramadhan atau akankah mampu berubah menjadi metarmorfosis spirit yang baru dan tetap di kemudian hari?
Jawaban itu bukan jawaban personal yang mampu kita jawab sendiri atau masing-masing. Kita tak akan mampu menjawabnya, atau tepatnya tak perlu menjawabnya.
Kaum muslimin sekarang baru punya visi ramadhan saja, visi kolektifnya baru sebatas visi ramadhan saja. Mereka belum memiliki visi kolektif untuk bulan-bulan yang lain. Di bulan yang lain mereka kembali menjadi pribadi-pribadi yang egois secara personal, seandainya pun mereka punya visi hanya visi sebatas pribadi belum ada visi yang mampu berpadu dengan personal-personal yang lain sehingga lahirnya visi kolektif kaum muslimin,
Ini yang aku lihat dalam diamku menyaksikan alur-alur yang unik yang terjadi. Hilangnya visi kolektif diantara kita manusia secara umum dan hilangnya visi kolektif diantara kita kaum muslim secara khusus.
No comments:
Post a Comment
Silakan berkomentar, terimakasih.