Sadarkah kita bahwa kita seringnya hanya menyukai hanya beberapa warna saja, lalu kita merasa muak dengan warna-warna yang lain. Sadarkah kita bahwa kita sering membela satu kelompok dengan mati-matian dengan logika emosi kekanak-kanakan, lalu kita membenci kelompok sebelahnya dengan emosi kekanak-kanakan juga. Sadarkah kita seringnya menganggap bahwa pandangan kita yang lebih luas sedangkan pandangan yang lain sempit tak bermakna di mata kita.
Aku sering melihat orang yang mengaku cinta kebebasan dan demokrasi namun sering menilai orang dengan emosinya, apakah kebebasan itu artinya kita bebas menilai orang sekehendak hati kita? Apakah kebebasan itu kita artikan kita bebas menari tanpa meperdulikan atau pura-pura tuli dengan irama musik yang ada?
Aku jadi malas menilai logika manusia, aku juga malas menilai logika sosial. Aku bukan seorang penilai atau juri. Aku bukan juri. Aku hanya seorang yang melintas di jalan ketika opera drama itu sedang mereka lakoni. Untuk apa aku menilai? Aku tak mau berhenti lama dalam kerumunan manusia yang sedang gaduh.
Mari kita melangkah dengan lebih cerdas, mari kita melangkah dengan lebih tenang. Emosi-emosi itu kita simpan saja untuk puisi nanti malam.
Mari kita lebih bijak dengan warna dan kebebasan, marilah kita mengeluarkan kata-kata indah meskipun suara bising mengganggu telinga ini.
Aku mecoba masuk ke ruang yang tak kusenangi secara naluri, untuk apa? apakah untuk mencari kebobrokannya? Bukan! Tapi ingin memahaminya, ingin mengatahui irama musik di ruangan itu, ingin mengetahui bagaimana mereka menjaga ruangnya. Aku hanya ingin tahu saja, bukan untuk menghina atau menilai.
Mari menulis ulang logika kita yang selama ini kita anggap selalu benar. Logika kita hanya ruang interval untuk sebuah kemungkinan, bisa kemungkinan salah yang muncul dan bisa jadi pula kemungkinan yang benar yang muncul. Jadi Tersenyumlah Ketika Bicara.
No comments:
Post a Comment
Silakan berkomentar, terimakasih.